Yogyakarta, 26 Februari 2012
Dear Tuhan,
apa kabar Tuhan? Masihkah Engkau melihat kami dari surgaMu..? Bagaimana keadaan bumi ini? kacau bukan?
Rasanya semakin pengap saja dunia ini. Sudah tak ada lagi cinta, yang ada hanyalah cerita tentang kehidupan yang keras, jauh dari kelembutan dan cinta kasih seperti yang Engkau ajarkan pada kami. Semua bersaing untuk mendapatkan yang terbaik di dunia tanpa memikirkan akibatnya bagi orang lain. Ya, mereka hanya memikirkan kepentingan diri mereka sendiri. Asal mereka senang, itu sudah lebih dari cukup. Tentang kesusahan orang lain, itu sudah bukan menjadi urusan mereka lagi.
Lihat Tuhan, di ujung jalan sana, seorang anak kecil menangis kelaparan. Sepertinya dia seumur pangeran kecilku. Dari tubuhnya yang kurus tak terurus, matanya yang cekung, tatapannya yang kosong, aku yakin dia nggak pernah merasakan secuil saja enaknya ayam goreng atau hangatnya segelas susu, bahkan mungkin tak setiap hari perutnya terisi makanan.
Sementara itu, lihat itu Tuhan. Rumah mewah yang ada di kompleks elite itu. Ya ampun, banyak sekali makanan itu dan sepertinya enak-enak. Padahal mereka nggak mungkin menghabiskan makanan sebanyak itu. Lho, lho, kok makanan itu langsung dibuang ke tempat sampah? Padahal kan masih banyak dan masih layak makan. Apa karena perut mereka udah kenyang, makanan yang tersisa langsung dibuang gitu saja..?
Duh Tuhan, apa mereka nggak pernah ngerasain nggak enaknya kelaparan ya? Kok seenaknya aja membuang berkat yang Engkau beri.
Di perempatan jalan itu, sudah berhari-hari aku melihat ibu itu mencoba menjual suaranya yang menurutku lumayan bagus dan menyimpan kepedihan hidupnya. Suaminya meninggalkan dia dan pergi bersama janda kaya. Sementara anaknya yang baru berusia 3 bulan, dibawanya pula ke janda kaya itu. Wajahnya manis. Kalau saja keadaannya tidak seperti itu, mungkin dia bisa jadi penyanyi terkenal.
Sementara itu, dalam sebuah mobil mewah, seorang wanita cantik dengan polesan bedak, maskara, lipstik, eyeliner dan alat-alat ajaib yang bikin wajahnya jadi enak dipandang, duduk manis sambil tangannya nggak berhenti memencet-mencet benda ajaib yang lagi terkenal saat ini. Aku nggak tau namanya, Tuhan. Ipad atau apalah itu. Sayangnya, dengan kenyamanan dan kemewahan itu justru membuat dia menjadi sombong dan lupa diri. Saat ibu muda yang manis itu mendekati mobilnya di sebuah lampu merah, dengan ketusnya dia berkata pada sopirnya untuk mengusir ibu itu. Aku sempat mendengarnya : "Pak, ada uang receh nggak? Kalau nggak ada, diusir aja deh, jangan boleh deket-deket, nanti lecet lagi mobilku.. Lagian suaranya juga bagusan suaraku..."
Agak kaget aku mendengarnya.. Dia penyanyi tho? Aku coba mengingatnya lagi, oh iya. Penyanyi yang lagi naik daun katanya (penyanyi apa ulet bulu sih Tuhan? kok naik ke daun segala? hehe...). Walah, suara cempreng gitu kok bisa jadi penyanyi ya? Bagusan suara ibu muda itu donk. Ya kan Tuhan? Sayangnya beda nasib aja..
Lihat lagi Tuhan, seorang pelacur yang sedang memoles lipstik di bibirnya. Bedaknya nggak terlalu tebal. Make up nya justru terkesan natural dan lembut. Dia keibuan ya, Tuhan? Sorot matanya lembut, suaranya halus dan bahasanya tertata. Sebentar, sepertinya aku pernah melihat dia. Oh iya, dia seorang wanita yang pernah menolong mantan kekasihku saat kecelakaan 3 tahun yang lalu. Dia pernah cerita, dia seperti itu hanya untuk menghidupi anaknya. Dia ingin anaknya menjadi seorang yang sukses. Sebelumnya dia sudah pernah bekerja di beberapa tempat, namun karena kebaikan sikap dan kelembutan hatinya justru dia sering dijadikan korban ambisi teman-teman kerjanya.
Sementara itu, di sebuah apartemen mewah di pusat kota, seorang wanita paruh baya dengan makeup tebal, perhiasan di seluruh tubuhnya sibuk membahas sesuatu dengan beberapa orang lainnya. Sepertinya mereka satu keluarga. Keluarga kaya, tentu saja. Oh iya, aku ingat juga Tuhan mereka itu keluarganya sahabatku, katanya keluarga ningrat lho Tuhan. Darah biru. Tapi, kok pas sahabatku tertimpa masalah, kena musibah atau sakit, mereka nggak menjenguk ya? Dengan berbagai macam alasan, katanya sibuk lah, nggak ada sopir lah, ada bisnis lah.Trus waktu sahabatku butuh pinjaman modal, mereka bilang nggak ada uang padahal keesokan harinya, aku tau orang itu beli mobil, dan perabotan rumah yang mewah dan sebenarnya nggak terlalu dibutuhkan. Kaya gitu ya ternyata kelakuan orang kaya yang mengaku beradat, berpendidikan, yang mengaku memiliki kasih seperti yang Kau ajarkan. Tiap ada kegiatan sosial, mereka ikut, kegiatan keagamaanpun mereka ikuti dengan senang hati. Tapi kok sama sodara sendiri kelakuannya kaya gitu. Hahaha.. Aneh..
Tuhan, belum bosan baca suratku kan?
Tuhan lihat keadaanku saat ini? Aku nggak tau saat ini sebenarnya aku sedang bersyukur atau sedang mengeluh.
Hmm,, dua-duanya aja deh.. Aku bersyukur karena hari ini aku masih bisa bernafas dan menulis surat ini. Namun kalau aku boleh mengeluh, kenapa sih Tuhan biarkan seperti ini? Kapan kami yang tertindas bisa merasakan sedikit saja hidup enak di bumi?
Aku rindu anakku, Tuhan, Rindu memeluknya setiap saat, rindu dengan senyum dan tawanya.. Kapan aku bisa berkumpul lagi dengan dia Tuhan?
Tuhan, jawab semua pertanyaanku ya..?
Ohya, sampaikan salam sayangku untuk Mama disana.. Berikan tempat yang terindah untuk Mama. Dia terlalu lama menderita di dunia. Ubah tangisnya yang dulu, menjadi senyuman abadi.
Selamat Malam Tuhan,
aku mau istirahat dulu..
Terimakasih mau meluangkan waktu untuk membaca surat ini..
2 komentar:
setujuuu bunda, di negara ini kesenjangan sosial sangat jelas terlihat.. :(
yang kuat selalu menindas yang lemah.. :(
Posting Komentar