Rabu, 29 Februari 2012

Kenapa Janda dipandang Negative,..?

Kenapa ya, status JANDA dipandang sebelah mata, buruk dll.. Sementara seorang pria dengan status DUDA, masyarakat terkesan lebih bisa menerimanya..

Apa sih bedanya? Sama-sama pernah menikah.. Sama-sama gagal dalam pernikahan (jika cerai) atau sama-sama ditinggal pasangan (jika pasangannya meninggal).

Sejak menyandang status itu, nggak jarang juga aku dapat perlakuan yang bikin kesel, marah, sedih, kecewa.. Kesannya tuh JANDA jadi murahan banget.. Kadang dengan penampilanku yang selalu tertutup dan nggak pernah dandan yang neko-neko tapi tetep aja kadang dapet perlakuan nggak menyenangkan.

Bapak-bapak yang dengan isengnya ngedip-ngedip mata, salaman sambil tangannya dimainin atau dengan jelas-jelas colek-colek atau justru dengan ucapan memuakkan : Nggak kesepian? Nggak butuh temen? Kalau malem nggak kedinginan?
Sumpah ya, rasanya pengen nimpuk pake ulekan dari batu yang bekas nyambel..

Dimana sih letak kesalahan JANDA..? Nggak ada seorangpun yang mau bercerai..
Ngimpi aja enggak apalagi diniatin..
Kalau ada yang bilang, " Siapa suruh cerai..?"
NGGA ADA yang nyuruh yaaa... cuma kalau emang udah takdirnya harus gini trs gimana nolaknya..?

Minggu, 26 Februari 2012

Surat untuk Tuhan..

Yogyakarta, 26 Februari 2012

 Dear Tuhan,
apa kabar Tuhan? Masihkah Engkau melihat kami dari surgaMu..? Bagaimana keadaan bumi ini? kacau bukan?
Rasanya semakin pengap saja dunia ini. Sudah tak ada lagi cinta, yang ada hanyalah cerita tentang kehidupan yang keras, jauh dari kelembutan dan cinta kasih seperti yang Engkau ajarkan pada kami. Semua bersaing untuk mendapatkan yang terbaik di dunia tanpa memikirkan akibatnya bagi orang lain. Ya, mereka hanya memikirkan kepentingan diri mereka sendiri. Asal mereka senang, itu sudah lebih dari cukup. Tentang kesusahan orang lain, itu sudah bukan menjadi urusan mereka lagi.

Lihat Tuhan, di ujung jalan sana, seorang anak kecil menangis kelaparan. Sepertinya dia seumur pangeran kecilku. Dari tubuhnya yang kurus tak terurus, matanya yang cekung, tatapannya yang kosong, aku yakin dia nggak pernah merasakan secuil saja enaknya ayam goreng atau hangatnya segelas susu, bahkan mungkin tak setiap hari perutnya terisi makanan.
Sementara itu, lihat itu Tuhan. Rumah mewah yang ada di kompleks elite itu. Ya ampun, banyak sekali makanan itu dan sepertinya enak-enak. Padahal mereka nggak mungkin menghabiskan makanan sebanyak itu. Lho, lho, kok makanan itu langsung dibuang ke tempat sampah? Padahal kan masih banyak dan masih layak makan. Apa karena perut mereka udah kenyang, makanan yang tersisa langsung dibuang gitu saja..? 
Duh Tuhan, apa mereka nggak pernah ngerasain nggak enaknya kelaparan ya? Kok seenaknya aja membuang berkat yang Engkau beri.

Aku dan Lelakiku

Mungkin dulu kita pernah berdosa, lalu terciptalah cinta yang tulus untukmu. Sempat kita jalani bersama, pernah kita lalui berdua. Pahit-manis, tangis-tawa, bahkan ketika aku mengeluh dalam sakitku, kamu juga merasakannya sekalipun kita terpisah jarak. 

Banyak kisah yang kita rajut, banyak asa yang pernah tecipta, namun semua terenggut begitu saja. Kala semua terbentur oleh adat yang berbeda. Kala dua keyakinan berbeda, adat pun menjadi penghalang, sebentuk cinta yang tulus hanya akan terburai begitu saja. Tanpa pernah dapat dipersatukan lagi. 

Tembok itu terlalu tinggi dan tebal, katamu dulu. Bawa aku lari dari sini, ucapku memohon. Namun kamu dengan tegas menolaknya. Kamu hanya meraihku dalam pelukan hangatmu. Kamu menciumiku dengan sangat lembut seakan kamu ingin memberitahuku : bahwa kamu sangat mencintaiku. Kamu memelukku erat, seolah kita tak akan terpisah lagi. 

Sepotong Cinta untukmu..

Kamu mencoba merengkuhku lagi ke dalam pelukanmu. Tapi aku nggak sanggup. Terlalu dalam luka yang telah kau torehkan. Aku mencoba menghindari tatapanmu. Namun dengan tanganmu, kamu memaksaku menatap matamu. 

"Kenapa? Sudah ada yang lain..?"
Aku hanya menggeleng. Mencoba memalingkan wajahku.
"Aku ingin memperbaiknya. Aku janji, tak akan kusakiti kamu lagi. Tak akan kusia-siakan cintamu."
Aku masih terdiam. Aku hanya menghela nafas, seakan ada beban berat yang menghimpit dadaku.
"Dek, lihat aku! Haruskah aku berlutut depanmu? Hanya untuk mengatakan bahwa aku menginginimu, aku ingin kamu yang menemaniku di sisa usiaku.."
"Kamu hanya berambisi. Itu bukan cinta. Sama seperti dulu, kamu nggak pernah mencintaiku. Sekalipun saat itu aku sangat mencintaimu. Kamu hanya merasa nyaman berada dekatku, namun itu bukan cinta.."
"Saat itu?? Apa maksudmu? Artinya, sekarang cintamu sudah bukan untukku? Aku terlambat Dek? Siapa pria beruntung itu?"
"Mas, cinta tak akan pernah hilang begitu saja. Akan tetap ada dalam hatiku sekalipun sudah terluka.."
"Oke, oke.. Lalu siapa pria yang sekarang juga kamu cintai?"
"Nggak penting untukmu, Mas. Dari dulu kamu nggak pernah mau tau tentang itu. Kalau sekarang kamu berlutut memintaku kembali, itu hanya karena kamu tidak menemukan wanita lain yang lebih bodoh dari aku yang bisa selalu kamu datangi saat kamu membutuhkan lalu kamu campakkan begitu saja ketika kamu sudah bosan. Iya kan?"
"Dek, aku baru sadar kalau aku sangat mencintaimu setelah aku meninggalkanmu dulu. Ampuni aku, Dek.."
"Mohon ampunlah pada Tuhan, Mas.. Berikan cintamu pada wanita yang tepat yang sudah Tuhan sediakan untukmu. Aku bukan untukmu. Kita tidak pernah dipertemukan pada waktu yang tepat. Kita hanya sengaja mencari celah waktu dan kesempatan untuk bertemu di ruang sempit kehidupan kita. Cinta itu bukan untuk saling memiliki. Mencintaimu saja sudah cukup bagiku, tanpa harus melihatmu setiap saat atau bahkan menjadi milikmu. Waktu sudah memisahkan kita. Waktu telah membiarkan kita memiliki kehidupan lain. Jangan hambat kebahagiaanmu hanya karena cinta yang pernah tercipta namun tak dapat kamu rengkuh kembali, Mas.."
"Kamu keras kepala, Dek.."
"Maaf, Mas.. Aku hanya nggak mau menyakiti sepotong hati yang lain yang tulus mencintaiku.."
"Maksudmu apa Dek..?"
"Bulan depan aku menikah, Mas.. Dengan dia yang sangat mencintaiku.."
"Tapi aku juga mencintaimu, Dek.."
"Tapi aku nggak harus menikahi semua pria yang mencintaiku kan Mas..? Aku hanya akan memilih seseorang yang dengan tulus mencintaiku.."

Kamu terdiam lama. Aku berdiri, dan berlalu..


Namun sepotong hatiku masih tertinggal disana.. 


Sabtu, 25 Februari 2012

Cerita dari Secangkir Kopi


Secangkir kopi hangat menemani pembicaran kami.      
Setelah berbasa-basi sebentar, ia mulai menanyakan kabarku.

Sebut saja namanya  Abang : gimana kabar kamu dek ?
Saya    : baik, bang..
Abang : cerita lah dek, apa saja yang kamu alami selama kita berpisah
Saya    : hmh,, nggak ada yang menarik, bang..
Abang : kamu salah, dek.. segala sesuatu tentangmu selalu menarik bagi abang
Saya    : (tersenyum, lalu menghirup kopi yang masih terasa hangat) mau cerita tentang apa bang ?
Abang : apapun dek, semuanya yang kamu alami..
Saya    : sebuah keputusan yang teramat sulit bang, untuk memutuskan bercerai darinya. Tapi terpaksa harus aku ambil dan menjalaninya karena aku ingin yang terbaik untuk anakku.
Abang : terbaik untukmu mungkin??
Saya    : (menggeleng) nggak bang, buat si kecil juga. Aku yakin, dia juga tersiksa ketika melihat orangtuanya selalu bertengkar
Abang : itulah dek, bedanya wanita jaman dulu dengan sekarang. Kalau dulu, menikah hanya untuk menyenangkan orangtua, atau bahkan kerabat. Jadi, apapun yang terjadi dalam pernikahan mereka, mereka berusaha untuk tetap mempertahankannya sekalipun itu terasa berat karena untuk bercerai mereka merasa malu, jaman dulu perceraian merupakan aib dan stigma janda sangat negative di masyarakat. Beda dengan sekarang, wanita sebagai istri juga menuntut dihargai oleh suaminya. Implikasinya, jika pernikahan tidak menjanjikan kebahagiaan, mereka tidak memiliki keharusan untuk mempertahankannya. Mungkin kelak, akan bergeser lagi, justru akan semakin takut untuk berkomitmen. Dengan alasan takut gagal, lalu memilih jalan lain misal : kumpul kebo.
Saya    : maaf bang, mutus pembicaraan. Tapi kalau dengan kumpul kebo sekian lama, setelah itu baru menikah, itu justru tidak ada atau menekan angka perceraian, kenapa nggak?
Abang : inget dek, agama manapun tidak akan membenarkan itu. Gimana juga dengan pendapat masyarakat ?
Saya    : orang lain tuh bisanya cuma komentar. Sementara yang menjalani kan kita, bang. Saat kita susah, apa mereka peduli? Dan di akherat pun, itu kan tanggung jawab kita masing-masing. Jadi, peduli apa dengan omongan mereka ?
Abang : minum dulu deh dek, kopi bisa membuatmu sedikit tenang. Adek bisa bilang gitu, karena mungkin apa yang kemarin kamu jalani, benar-benar membuat sakit ya? Emang sih, ketika apa yang kita lalui nggak seindah harapan, mimpi atau apapun lah, kita menjadi cenderung lebih enggan memikirkan lingkungan sekitar karena kita beranggapan, mereka pun nggak memikirkan kita. Tapi dek, kita hidup di Indonesia. Gimanapun, kita tetep harus ikuti adat sini.
Saya    : hmh…
Abang : abang yakin, kamu kuat dek. Itu yang aku kenal, sejak 4 tahun yang lalu. Abang sekarang harus pergi dek. Jaga dirimu baik-baik ya?
Saya    : makasih bang, untuk waktunya. Kalau udah sampai, kabari ya bang?
(pelukan perpisahan, lalu kecupan manis di bibir)
Abang : kalau adek masih sabar, abang pasti akan kembali lagi.
Saya    : ya bang. Liat aja nanti. (tersenyum)

Setelah dia pergi, aku kembali duduk. Hujan deras membuatku enggan pergi. Hanya ingin menanti, entah sampai kapan dan kepada siapa.


*Thanx for mr. C, inspirasi atas tulisan ini*


(Yogyakarta, 21 Januari, 2011)

Tuhan, ajariku....

Ketika aku disakiti,
ajari aku untuk mengampuni..
Ketika tak kudapat keadilan,
ajari aku untuk bersabar..
Ketika berbagai masalah terus mendera,
ajari aku untuk tetap bersyukur..
Ketika tak seorangpun memberikan bahunya utk kubersandar,
ajari aku untuk tetap tersenyum dan bertahan..
Ketika gelap menutupi jalanku,
ajari aku untuk tetap bercahaya..

oleh kasih-Mu aku hidup,, karena kasih-Mu aku bertahan..

Kisah Tentang Kita..

Semalam, nggak tau kenapa tiba-tiba aku inget kamu. Inget waktu kita sering pergi bareng, jalan bareng, duduk di cafe sekedar pesan kopi untuk temani kita berbincang sore itu. Tentang apa saja. Hidup kita, anak-anak kita, rumah tangga kita yang saat itu sudah diambang cerai namun kita masih saja mempertahankannya sekalipun kita tau, itu nggak mungkin. Atau kita berbincang tentang sebuah kisah masa lalu, yang selalu saja menjadi terasa lebih baik daripada yang kita jalani saat ini.

Secangkir kopi menyimpan banyak kisah kita. Tentang semua kepedihan dan airmata kita. Bahkan ketika kita terlihat baik-baik saja. Kamu selalu berkata, jangan pernah menyerah begitu saja pada keadaan. Tunjukkan pada pria brengsek itu kalau kita bisa sekalipun tanpa mereka.

Ya! Kepahitan yang selalu kita alami karen pria, menjadikan kita selalu berpikir negative tentang mereka. Brengsek!

Hujan masih deras sore itu, kisah kita juga belum berakhir. Ada episode-episode kehidupan yang ingin kita ralat, bahkan jika perlu langsung dihapus saja.

Tapi adakalanya kita berkhayal tentang seorang pria yang akan memperistri kita, mencintai kita apa adanya, menerima dan menyayangi anak kita tanpa membedakannya, juga tentang kehidupan yang lebih indah.

Ah, mbak..
Darimu kubelajar banyak hal..Walaupun katamu, justru dari akulah kamu banyak belajar tentang makna hidup.

Semalam aku sendiri lagi, mbak. Ingin rasanya mengetuk pintumu lagi seperti dahulu. Lalu kita berbincang hingga fajar. Mentertawakan kesedihan kita, atau menangisi kepandaian suami kita.

Pernah ada satu tanya, yang hingga kini tak pernah mau kujawab :
"Kamu masih berpikir untuk menikah lagi..?"
Selalu saja kita diam. Karena nggak pernah tau, apa yang harus kita jawab.
Pertengkaran, kekerasan, ancaman, dll masih terbayang dalam benak kita. Lalu aku menjawab lirih, "Untuk apa menikah jika akhirnya kita tersiksa? Berjuang demi hidup. Bekerja keras mencari uang sementara mereka enak-enakan.."

Lalu kita tertawa.. Mentertawakan kebodohan kita.

Setelah itu, kita memutuskan untuk menjadi single parent..


Yogyakarta, 26 Februari 2012..

Minggu, 19 Februari 2012

Mitos yang Bikin Jadi Atos..

4 Februari 2008, 4 hari setelah aku melahirkan pangeran kecilku, dipaksa pulang suami (sekarang mantan suami) pulang ke rumah orangtuanya dengan alasan biar ada yang bantu ngerawat n jagain baby. Setelah perdebatan yang rese, n bikin bt, aku ngalah pulang ke desanya di Magelang, 
Sumpah! hawanya dingin banget, kalau udah maghrib sepi banget. Mana jauh dr jalan raya juga. Kebayang deh gimana repotnya kalau malem-malem laper, pengen bikin susu Prenagen Ibu Menyusui. Soalnya disana masaknya masih pakai kayu (padahal aku, yang udah sering banget diajari nyalain tungku, ga pernah bisa.. nyala kagak, sesek iya.. pengap asepnya). Ga ada kompor gas dengan alasan takut meledak. Ga ada kompor minyak karena minyak mahal. Dispenser ga ada krn listrik ga kuat n males bayar mahal. Hadeeehh.. kebayang duluan deh gimana ribetnya. Habis melahirkan dengan banyak kasus gitu, masih harus nahan dingin di tengah kondisi ga enak kaya gitu. Bukan belagak kaya atau ga mau susah sih. Tapi, aku hapal banget ama sikap suami, eh, mantan suami yang ga mau nolongin bininya. Air buat mandi atau pipis harus aku nimba sendiri, nyuci di kali, kalau laper malem-malem ya kepaksa ditahan atau ngelayap sendiri sampai ke kota yang agak lumayan jauh banget dari rumahnya. 

Sore, dianter mbak sepupuku n suami n anaknya dari Rumah Sakit langsung menuju ke rumah mertua tanpa mampir ke kontrakan. Padahal waktu itu aku masih sempet kekeuh nggak mau pulang sana dengan alasan, kasian si baby langsung dibawa ke gunung yang hawanya dingin buangeeett.. tapi langsung ditolak mentah-mentah. Alhasil sepanjang perjalanan, manyun lah diriku. Mbakku yang baik n cantik berusaha menenangkan, kalau nggak betah, tlp aja ntar dijemput kok.. 
Sampai sana udah gelap. Kamar udah disiapkan. Dan seperti pepatah, dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Masuk kamar yang udah disediain (aku tdur ama ibu mertua), bawah bantal bayi yang kecil, mungil n tipis ada gunting, sampingnya ada bengle (warnanya kuning kaya kunyit, baunya bisa bikin pusing). Dengan alasan biar nggak diganggu ama makhluk halus.. Cuma bisa ngebathin aja sih, harus ya Bu..? Sempet pandang-pandangan ama Mbak Nita n Mas Ary sambil menghela nafas puanjaaaaaaannng banget. 

Malem pertama, mau kukasih MAMY POKO (bener-bener merk itu) yang new born, nggak boleh katanya takut iritasi, kasihan. Lha kalau menurutku sih, asal nggak kelamaan makeinnya, tau cara makeinnya n merk bagus kan bahannya juga lembut nggak kaya yang plastik gitu. Ya sudahlah, males debat aku diem aja. Bener aja, malam itu benar-benar menyiksa Ngompol, diganti popok, minta nenen, ngompol lagi, nenen lagi, ngompol lagi, nenen lagi gitu terus udah hampir 2 jam nggak kelar-kelar. Mana hawanya dingin banget, kasian pas ganti baju, popok n bedong dia kedinginan. Ibu mertua yang katanya mau gantiin juga tetep asik tidur. Langsung aja nyaut diapers kupakein dan malam itu aku bisa tidur agak tenang setelah adzan subuh. 

Pagi jam 7 udah pada bangun semua, pangeran kecilku disuruh disiapin utk kekaring (jemur di bawah matahari), dengan mata setangah ngantuk kuturuti aja. Toh nggak buruk juga karena emang bagus sih buat kesehatan menurut ilmu kedokterannya. Disuruh mandiin dulu. Awalnya aku ngira, ibu yang mau mandiin. Ternyata malah kaya ketakutan gitu, padahal si dedek udah kedinginan. Langsunglah kuambil alih, komplit plit aku yang pakein bedong bayi. Udah selesai semua, masih plus debat lagi masalah jamu n susu ama suami. Katanya, kalau aku minum susu, makan telor, ati, ikan bikin asi jadi amis n bikin bayinya nggak doyan nyusu. Harusnya minum jamu biar asi-nya seger. Jelas aja kubantah langsung dengan alasan logis, itu justru sumber asupan nutrisi yang penting untukku n si bayi. Dan kali ini aku nggak mau ngalah. Dengan cueknya minum susu Prenagen, makan ati sapi n ikan salmon depan mereka.

Udah kenyang, ngantuk. Niat tidur pupus setelah denger ketukan di pintu, tengok bayi. Satu, Dua, Tiga, sampai sepuluh tamu dateng silih berganti. Sampai habis Ashar nggak kelar-kelar. Mana tiap dateng pasti ambil bengle yg udah ditumbuk (disediain ibu mertua dpn kamar) n bedak bayi dengan alasan biar nggak kena sawan. Buset dah, anak gw dikira apa..Dan hari itu nggak jadi istirahat, padahal badan rasanya masih capek banget karena anakku lahir prematur, pas eyang meninggal. Jadi bener-bener belum istirahat dari beberapa hari. Berusaha menghibur diri, paling cuma hari ini aja karena baru hari pertama. Dianggap positive aja, mereka sayang aku. 

Besoknya ternyata masih haris menghadapi hal serupa. Malah malemnya masih harus keganggu tidur karena ada yang begadang depan rumah. Itupun juga masih harus aku yang ke kota untuk beli suguhan untuk mereka. Badan cuapeeeeeekkk banget rasanya. Tapi mulut masih bisa diem nahan mangkel. Banyak hal-hal yang nggak masuk akal harus aku lakuin. Pulang dari mana-mana harus ke pawon dulu, katanya biar nggak bawa roh jahat masuk ke kamar baby. Setauku sih pulang dari mana-mana masuk kamar mandi dulu, cuci kaki, tangan, muka trus ganti baju biar agak hygien gitu..

Hari ketiga, masih belum bisa istirahat juga. Pangeran kecilku pun mulai menunjukkan gejala sakit. Kuli kuning, yang sempet aku poto n konsultasi ke sodara yg dokter, sebaiknya di sinar di RS. Mulai pilek juga (bayi seminggu lho yaaa...?!). Karena jauh dari klinik, apalagi Rumah Sakit, akhirnya, sore menjelang maghrib, aku telpon Mbak Nita, bilang mau pulang malam itu juga. Untung kakakku yang baik bisa ngertiin, malam itu juga aku dijemput. Ibu n keponakan mantan suami ikut juga.Dan malam itu aku bisa tidur dengan sangat nyenyak. Pangeran kecilku yang selama di desa rewel, bersin-bersin, pilek juga, setelah pulang ke kontrakan di Jogja, kondisinya semakin baik. Tapi ternyata meninggalkan kesan buruk di desa, aku ora njawani, nggak ngerti adat jawa yang harusnya bayi nggak boleh dibawa keluar rumah dulu sebelum selapan. Eh, plisss deh yaaaa... gini-gini aku asli jawa.. Nggak harus kan mitos mengalahkan nalar..?? 


*sampai sekarang masih nggak habis pikir dengan mitos-mitos aneh bin ajaib :
- selama hamil, konsumsi kunyit asem biar anaknya kuning.. (plis deh, trgantung gen juga..)
- selama hamil n menyusui, ga boleh makan yang amis-amis (ikan, telur, susu, ati) biar pas melahirkan, darahnya ga amis (hadeeehhh, darah emang gt kali baunya...) n ASI nya nggak amis n anaknya doyan nyusu.. (perasaan itu nutrisi penting deh)
- selama hamil nggak usah minum susu hamil karena bisa bikin bayinya besar di dalem malah jadi susah melahirkannya.. (setauku kalau bayi kegedean bukan krn susu hamil, asal diminum sesuai aturan, 2 x sehari n konsumsi gula nggak berlebihan, baik-baik aja tuh..)
- selama hamil, ngantongi peniti ama bengle biar dijauhi roh jahat.. (belum menemukan teorinya..tapi setauku, cukup berdoa aja sih..)

fiuuuhhhh,,,  kirain,, udah modern tuh nggak gini-gini amat...

Rabu, 15 Februari 2012

tentang sebuah kisah kehidupan

AKU
Hujan masih turun dengan deras malam itu. Aku duduk termenung depan jendela Asrama, berharap malam ini Bunda datang menjemputku. Hampir 3 bulan aku nggak ketemu Bunda, nggak dipeluk Bunda, nggak lihat senyum Bunda, bermain bersama Bunda adalah hal yang paling menyenangkan untukku. Aku nggak peduli apapun kata orang tentang Bundaku. Karena bagiku, Bundaku terbaik.
Aku ingat, hari itu Selasa pagi, Bunda menitipkanku di Asrama ini. Kata Bunda, aku akan segera mendapatkan teman-teman baru, aku akan berada dalam pengawasan dan pengasuhan kakak-kakak pengasuh juga bapak dan ibu Asrama. Aku hanya mengangguk sekalipun aku tak sepenuhnya mengerti.
“Bunda mau kerja ? Bunda mau cari uang ? Biar bisa beli rumah yang ada AC, Laptop, Mobil trus aku bisa sekolah lagi ?” tanyaku pagi itu sesaat sebelum Bunda meninggalkan aku di Asrama.
Bunda menjawab lirih, “Iya, Nak, doakan Bunda ya..?” Kulihat ada airmata tertahan di sudut matanya.
“Iya, aku nggak akan nakal. Aku sayang Bunda..”
Lalu Bunda memeluk dan menciumiku sambil menangis. “Maafkan Bunda, Nak..”

BUNDA
Kilat menyambar langit Yogyakarta. Aku rindu anakku. Biasanya hujan seperti ini, dia selalu memintaku untuk memeluknya. Sekarang, siapa yang memeluknya. Dia pasti ketakutan, kedinginan.
Ada perasaan bersalah meninggalkannya di sebuah Asrama. Bukan sebuah keputusan yang mudah untuk kuambil. Aku harus mengurusnya sendiri, membiayai sekolah dan hidup kami. Untuk menyewa seseorang untuk membantuku mengawasinya, aku belum sanggup. Sejak aku berpisah dengan Ayah kandungnya, dan aku tak diberi kesempatan sedikitpun untuk melakukan pembelaan atas tuduhan Ayah kandungnya saat menceraikanku, aku tidak memiliki siapapun lagi. Semua kujalani hanya berdua dengan Jagoan kecilku saja.
Aku menghela nafas berat. Tiga bulan bukan waktu yang singkat bagi seorang Ibu yang berpisah dengan anak tunggalnya. Aku ingat permintaan dia waktu itu, “Bunda, aku pengen punya rumah yang ada AC nya, aku pengen Laptop, aku pengen punya Mobil, aku pengen sekolah di situ (dia menunjuk salah satu sekolah inklusi yang terletak pada sebuah perempatan utara Yogyakarta)”
Namun sebenarnya, yang kulakukan saat ini bukan hanya bertujuan untuk membelikan dia barang mewah itu. Aku hanya ingin memberikan dia sebuah tempat tinggal yang layak, kehidupan yang semestinya dia dapatkan, dan aku juga ingin menunjukkan kepada keluargaku bahwa aku bisa.
Petir menggelegar lagi. Jam menunjukkan angka 8 malam. Bergegas aku mengambil tas kuberlari kearah perhentian bis. Semoga masih ada bis.

AKU
Biasanya hujan seperti ini aku dipeluk Bunda. Andai Bunda mau datang malam ini, aku akan minta Bunda untuk membawaku pulang. Aku lebih membutuhkan Bunda daripada semua yang pernah kuminta pada Bunda.
Kuperhatikan dari balik kaca jendela Asrama yang tertutup rapat. Ada sebuah becak berhenti di depan Asrama. Kutajamkan penglihatanku.
“BUNDA..!!!” bergegas aku lari kearah pintu Asrama yang sudah dikunci.
Seorang kakak pengasuh mendekatiku, membukakan pintu untukku. Kulihat Bunda tersenyum namun Bunda menangis. Baju Bunda basah semua. Aku tak peduli, aku tak peduli, aku menghambur dalam pelukan Bunda. Pelukan terhangat yang pernah kurasakan.
“Aku kangen Bunda.. Bunda jangan pergi lagi.. Aku nggak mau disini, aku mau iku Bunda terus!!”
“Bunda belum bisa belikan adek rumah, laptop, mobil..”
“Aku mau ikut Bunda aja, buat apa punya itu semua tapi aku harus kehilangan pelukan Bunda? Aku kehilangan senyum Bunda? Aku boleh kan ikut Bunda lagi ?”
Bunda menciumiku. “Maafkan Bunda, Nak..”
Malam itu aku kembali terlelap dalam pelukan hangat Bundaku, mendengarkan dongengnya lagi sebelum aku terlelap, mendengar suaranya menyanyikan lagu kesukaanku. Tadi sebelum tidur, aku tak lupa berdoa, memohon pada Tuhan agar aku dan Bunda tak berpisah lagi.

BUNDA
Senang melihatnya terlelap di sebelahku lagi. Senyumannya membuatku merasa tenang. Bukan harta yang ia harapkan, namun kasih sayangku. Bunda nggak akan meninggalkan kamu lagi, Nak..



Yogyakarta, 24 Januari 2012